Tak sampai 10 menit kemudian, ketika dua perawatku yang lemah lembut itu sedang di kamarku, seseorang mengetuk pintu, lalu masuk sambil mengendong bayi.
Perawat berkerudung putih dengan bayi berselimut krem-putih, di kepala bayinya ada bando rajut buatanku! oh, itu dia, bayiku. Itu kamu, nak, Ümmü Sümeyye Asya. Pertemuan kita yang pertama. Tapi aku dalam keadaan kesakitan luar biasa dan baru saja bangun dari pingsan karena badanku yang lemah digerak-gerakkan untuk keperluan CT-Scan.
Bayi yang masyaAlah begitu manis dengan bibir cemberut yang lucu. "bawa lagi keatas, ibunya masih belum siap", kata perawatku. Tanpa sempat memegangnya Sümeyye pun segera dibawa lagi ke ruang bayi di lt.4 oleh perawatnya.
Dokter-ku pun tiba dan ia segera dibantu memakai sarung tangan steril oleh perawat yang sudah bersarung tangan. Lalu melakukan prosedur pijat di perutku, kemudian mengeluarkan sejumlah darah dari rahimku. Rasanya...hm..
Ia menginstruksikan prosedur yang sama harus dilakukan oleh perawat yang menjagaku per-10 menit sebanyak 6 kali lagi..oh no..
Tanpa banyak cakap ia menanggalkan sarung tangan kotor dan berlalu, perawatku membersihkan darah, mengganti tampon dan alas bagian bawahku serta membuntal yang lama dan langsung dibuang di tempat sampah besar di kamar mandi.
You know what, prosedur itu dilakukan lagi dan lagi..seperti instruksi dokter. Setiap kali perawat datang membawa nampan, lalu suami dan anakku diusir keluar dan pintu dikunci. Kemudian mereka melakukan prosedur menyakitkan itu.
Setelah aku keluar dari rumah sakit aku kemudian tahu dari google bahwa itu adalah proses pemijatan dan pembersihan darah kotor di rahimku. Aku menderita Atoni-yaitu kondisi dimana rahim setelah pengeluaran bayi dan placenta tidak juga berkontraksi, malah tetap lemas. Ini akibat rahimku mengembang berlebihan karena aku kelebihan cairan amniotik.
Ketika rahim tidak berkontraksi, maka bekas pelengketan placenta tidak tertutup segera, akibatnya pembuluh darah yang biasanya menyalurkan darah ke placenta tetap terbuka, dan dari sinilah pendarahannya terjadi.
Pemijatan itu untuk membantu rahim berkontraksi lagi. Alhamdulillah setelah 6 kali prosedur pemijatan, dokter kemudian visit dan dia bilang ke perawat sudah ok. Aku mengeluh, sakit sekali, dok, dan iapun memberikan kata-kata penghiburan dengan lemah lembut. Terimakasih dokter.
Perawat pun memberi penghiburan, bahwa aku akan ditransfusi lagi malam ini dan insyaAllah aku akan semakin kuat.
Perawat pun memberi penghiburan, bahwa aku akan ditransfusi lagi malam ini dan insyaAllah aku akan semakin kuat.
Malamnya perawatku berganti piket. namun tetap sama dedikasi dan kelembutannya. Aku dibangunkan, di-lap dan ganti baju. Lalu boleh minum air buah dan biskuit. Suamiku diberi kertas dan pulpen untuk mencatat cairan yang masuk ke tubuhku, karena ia akan cocokkan dengan air seni-ku yang terbuang via kateter.
Tengah malam perawat datang dan ia memintaku bangun dan berdiri. ya Allah..walau ini bukan yang pertama aku mengalami latihan berdiri dan berjalan pasca operasi, tapi sensasi sakitnya tetap baru buatku.
"Cukup" katanya. "Tapi sejam lagi coba bangun dan dituntun jalan ya, pak" katanya ke suamiku.
Baby Sümeyye sudah pula dibawa masuk ke ruangan. Sebentuk wajah mungil yang masih banyak meremnya ketimbang terbukanya. Perawat anak membantuku menyusuinya dan mengganti popoknya. Süleyman yang belum terbiasa dengan bayi malah muntah ketika melihat adiknya diganti popok.
Malam itu aku dibantu suami mencoba berjalan-jalan di koridor. Koridor yang dipenuhi wanita-wanita pasca caesar seperti aku, yang juga sedang latihan jalan. Satu sama lain saling mengangguk mafhum dengan kondisi masing-masing.
"Satu tur lagi, ya" kata suami.
"Oke.." jawabku dengan berat hati. Sebelum rasa aneh yang kurasakan semakin tak terkontrol dan semuanya gelap.
Aku tersadar dalam posisi duduk di kursi dekat meja perawat. Kakiku juga dalam posisi selonjor ke kursi putar.
"Apa yang terjadi?" tanyaku
"kamu pingsan" jawab perawatku "malam ini sudah cukup, kamu lelah, tidur saja, ya" lanjut perawat.
Aku meminta segelas air buah, kemudian aku cukup kuat untuk dituntun masuk ke kamar dan naik ke tempat tidur.
Aktifitas ke toilet sudah bisa kulakukan sendiri, hanya saja aku harus dibantu ke posisi bangun. Kemudian dengan berpegangan ke pinggiran tempat tidur aku bisa merayap ke kamar mandi dan duduk di kloset serta membersihkan diri.
Malam itu aku tidak bisa tidur. Rasanya seperti mimpi buruk terus setiap kali aku terlelap beberapa detik. Rasanya lelah luar biasa. Sümeyye tidak pernah menangis. Sampai-sampai aku agak takut dengan ketenangannya.
Esoknya subuh dokterku visit, cukup segar dengan atasan turtleneck dan make-up yang fresh.
"Dok, aku nggak bisa tidur", ujarku.
"Aku juga nggak bisa tidur.."jawabnya "kemarin aku takut sekali", tambahnya
"Pendarahanmu sangat banyak dan kami semua di R. Operasi bahu-membahu mencoba menghentikan pendarahanmu..
"Gimana caranya aku bisa istirahat, dok?"
"Aku akan kasih kamu obat pereda nyeri dan kamu nanti bisa istirahat" jawabnya.
Selama itu aku masih diberikan transfusi darah plasma dan tentunya infus masih tetap berjalan belum lagi antibiotik yang disuntikkan ke pembuluh intravena.
Malam itu aku bisa tidur dan esoknya, hari kamis, aku merasa cukup segar. Tapi berat badan Sümeyye menurun dan mereka cukup khawatir sehingga aku ditatar lagi cara menyusui yang benar dan diberikan mesin pemompa asi untuk merangsang ASI ku dan menjamin Sümeyye cukup asupan ASI-nya.
Kamis pagi dokterku datang disertai perawat. Dengan sigap ia mengganti perban di luka operasiku dan memasang perban baru. Kemudian berlalu tanpa ba,bi-bu lagi. kelihatannya ia sedang sibuk sekali. Ia cukup senang aku terlihat segar.
Selama itu sample darahku diambil tiap pagi dan sore dengan susah payah, karena pembuluh-pembuluh darahku tidak bereaksi untuk mengeluarkan darah. Tangan dan kakilu sudah penuh dengan tusukan yang berwarna jingga dimana-mana.
Kamis sore aku mendapat transfusi darah segar lagi karena dari hasil cek darah-ku hasilnya masih belum sesuai harapan. Tak berapa lama setelah transfusi, aku merasa kedinginan, rasa dingin yang kontras dengan suhu badankku yang bertambah naik.
Kamis sore aku mendapat transfusi darah segar lagi karena dari hasil cek darah-ku hasilnya masih belum sesuai harapan. Tak berapa lama setelah transfusi, aku merasa kedinginan, rasa dingin yang kontras dengan suhu badankku yang bertambah naik.
Aku mulai menggigil dan menggigil. Aku minta diselimuti. Ini bukan hal yang asing bagiku, ketika melahirkan pertama kali juga aku mengalami hal yang sama..aku tahu ini mengarah ke mana..aku kena infeksi..lagi..seperti 6 tahun yang lalu.
Tak terasa aku mulai menangis, bukan karena sakit, tapi karena putus asa..dan takut..mungkinkah kali ini selesai riwayatku, pasca melahirkan..
Perawat dipanggil, dan kemudian ia memeriksa kondisiku, suhu tubuhku, dan ya suhu tubuhku diatas 38 derajat. Aku diberikan infus penurun panas atas instruksi dokter. Dan pelan-pelan panasku turun. Anakku malam itu bermalam di R. Anak di lt.4 karena aku tidak bisa menyusuinya.
Jumat pagi, Dokter Azra, asisten dokterku datang dan kemudian mengganti perbanku dan memeriksa penyebab demamku. Lukaku baik-baik saja, payudaraku juga tidak ada pembengkakan. Namun ia tetap memintaku memompa ASI ku supaya tidaka da bendungan. Ia berkesimpulan demamku dari transfusi darah. Namun Ia menyarankan aku untuk menjalani pemeriksaan tomografi dan thorax, untuk memastikan saja infeksinya bukan dari sumber lain.
Siangnya aku diantar perawat menjalani tomografi disertai obat kontrast untuk melihat kondisi lukaku apakah ada edema atau tidak. Sebelumnya aku diminta minum air sebanyak 1,5 liter bertahap dan tidak boleh buang air kecil.
Lab untuk tomografi berada di luar rumah sakit, terpisah. Aku ingat aku didorong petugas dengan kursi roda dan kami naik lift, turun, didorong di jalan raya depan rumah sakit dan masuk ke instalasi lab. Ada bapak-bapak yang tomografi sebelum aku, kemudian mereka memintaku menunggu sebentar lalu aku dipanggil masuk lab.
Aku masuk ke mesin. Kemudian infus khusus dimasukkan ke jalur IV di tangan kiriku. Aku lalu diminta berbaring dan operatpr menanyakan apakah aku bisa mengerti perintah dalam bahasa Turki, yang kuiyakan.
Aku masuk ke mesin. Kemudian infus khusus dimasukkan ke jalur IV di tangan kiriku. Aku lalu diminta berbaring dan operatpr menanyakan apakah aku bisa mengerti perintah dalam bahasa Turki, yang kuiyakan.
Ia mengatakan jika aku diperintahkan tahan nafas aku harus tahan nafas. Dan jika kemudian aku merasa ingin buang air kecil, jangan khawatir, itu hanya perasaan saja, aku tidak akan mengompol.
Akupun berbaring dan tanganku disatukan diatas kepalaku. "Jangan bergerak" pintanya. kemudian ia masuk ke kabinnya dan mesin beroperasi. Aku digeser masuk ke dalam mesinnya. Tahan nafas pintanya. Aku digeser keluar lagi. Aku boleh bernafas lagi, lalu aku digeser masuk lagi, tahan nafas, kemudian obat tersemprot ke nadiku, terasa tajam dan mengagetkan, diiringi perasaan ingin buang air kecil secara instant.
"Selesai" katanya seraya keluar dari kabinnya dan melepaskan aku dari infus dan membantuku keluar dari mesin.
"Hasilnya besok keluar" katanya. Dan akupun kembali ke kamar bersama perawatku yang penyayang.
Jumat siang Riezka sama ibunya dan anaknya, Sacid datang membezuk. Kami ngobrol-ngobrol dan aku merasa fine-fine aja. Mereka bawa cake dan berbagai macam makanan juga jilbab instant a la Indonesia.
Sorenya Mbak Hurni datang untuk menjemput Süleyman. Akupun membagi oleh-oleh dari Riezka dengannya.
Sorenya Mbak Hurni datang untuk menjemput Süleyman. Akupun membagi oleh-oleh dari Riezka dengannya.
Jumat malam cakenya yang cuma kami makan dua slice kami berikan ke perawat jaga ditambah dodol garut. Aku jalan-jalan sendiri bahkan turun naik tangga ke lt.1. Aku merasa cukup baik dan yakin besok bisa pulang. Sudah 4 hari aku di rumah sakit. Untung saja malam kedua dan malam keempat Süleyman dibawa menginap di rumah Mbak Hurni.
Sore itu aku juga menelepon mertua mengabarkan kondisiku dan bahwa aku perlu kakak iparku untuk membantu di rumah mengingat kondisiku yang cukup parah after operasi dan tidak bisa berfungsi mengurus keadaan rumah dan sekolahnya Süleyman.
Pulang ke kamar aku istirahat. Suami sudah terlalu kelelahan sehingga ia ketiduran di bed-ku. Ia tidur seperti itu sampai setengah malam. Sayangnya menjelang pagi aku demam lagi.
Perawat memasang infus untuk demamku dan duduk di situ sambil berbincang-bincang dengan suami. Ternyata ia yang menjadi donor darahku, yang ternyata ditolak tubuhku dengan reaksi demam. Ia juga mengkhawatirkan kondisi keuangan kami yang sudah cukup lama di RS ini (malam ke-4). Suamiku menjawab ia tidak mau ganti rumah sakit ke RS. Negeri dan berapapun akan ia bayar sampai aku sembuh.
Sabtu pagi aku sudah baikan dan kelihatannya aku tidak akan demam lagi, kuharap begitu dan untungnya begitu adanya..hingga 10 hari kemudian..yang akan kutuliskan di judul catatanku berikutnya.
Dokterku yang cantik, Fatma, visit dan menyatakan lukaku dan foto dadaku tidak bermasalah dan aku boleh pulang menjelang dzuhur. Namun aku diharuskan kontrol 3 hari kemudian.
Suamiku pergi ke airport untuk menjemput kakak iparku yang terbang pagi dari Alanya. Akupun mulai membereskan baju-baju ke dalam tas.
Perawat datang mebawa sejumlah hadiah dari rumah sakit berupa baju bayi dan produk perawatan bayi dari sponsor. Juga sebuah plakat kenang-kenangan berupa cap tapak kaki dan data-data kelahirannya.
Ia juga memberikan buku imunisasi dan petunjuk perawatan bayi di rumah. Tak lupa memberikan nsaehat-nasihat untuk masalah menyusui dan perawatan pusarnya. Ia juga memintaku untuk memeriksa kembali test pendengaran Sümeyye karena hingga saat itu dia belum lulus tes telinga, dicurigai karena telinganya belum bersih dari cairan amniotik.
Suami dan kakak iparku pun datang. Kemudian suami menyelesaikan administrasi. Sümeyye dibungkus selimut dan dimasukkan ke keranjang bayinya. Kemudian kamipun pulang ke rumah dengan mobil teman kantor suami yang datang membawa uang cash unutk pembayaran rumah sakit.
Kami pun sampai di rumah. Pulang pertama kali untuk Sümeyye dalam keadaan di luar perut ibunya.
Hoş geldin Sümeyye.
Sabtu pagi aku sudah baikan dan kelihatannya aku tidak akan demam lagi, kuharap begitu dan untungnya begitu adanya..hingga 10 hari kemudian..yang akan kutuliskan di judul catatanku berikutnya.
Dokterku yang cantik, Fatma, visit dan menyatakan lukaku dan foto dadaku tidak bermasalah dan aku boleh pulang menjelang dzuhur. Namun aku diharuskan kontrol 3 hari kemudian.
Suamiku pergi ke airport untuk menjemput kakak iparku yang terbang pagi dari Alanya. Akupun mulai membereskan baju-baju ke dalam tas.
Perawat datang mebawa sejumlah hadiah dari rumah sakit berupa baju bayi dan produk perawatan bayi dari sponsor. Juga sebuah plakat kenang-kenangan berupa cap tapak kaki dan data-data kelahirannya.
Ia juga memberikan buku imunisasi dan petunjuk perawatan bayi di rumah. Tak lupa memberikan nsaehat-nasihat untuk masalah menyusui dan perawatan pusarnya. Ia juga memintaku untuk memeriksa kembali test pendengaran Sümeyye karena hingga saat itu dia belum lulus tes telinga, dicurigai karena telinganya belum bersih dari cairan amniotik.
Suami dan kakak iparku pun datang. Kemudian suami menyelesaikan administrasi. Sümeyye dibungkus selimut dan dimasukkan ke keranjang bayinya. Kemudian kamipun pulang ke rumah dengan mobil teman kantor suami yang datang membawa uang cash unutk pembayaran rumah sakit.
Kami pun sampai di rumah. Pulang pertama kali untuk Sümeyye dalam keadaan di luar perut ibunya.
Hoş geldin Sümeyye.
Comments
Post a Comment