Ketika Kotamu Itu Bernama Istanbul

Ketika ada berita suatu kota dibom oleh teroris dan menewaskan sekian polisi, sekian rakyat sipil, maka kamu bersedih, atas dasar kemanusiaan. Kamu update status FB: Pray For (nama kota), membuat hashtag senada, share berita-berita tentang peristiwa itu dari berbagai media online. Tak lupa aktif berkomentar di setiap kesempatan dan mengutuk teroris: "Teroristlere lanetliyoruz!"

Beberapa hari seperti itu, dan ya sudah. Kamu sudah merasa cukup turut peduli. Kamu melupakannya, tertutup oleh peristiwa-peristiwa sehari-hari, dan hingga kemudian ada musibah lain di kota lain kemudian kamu mengulangi pola kepedulian yang sama.

Karena kamu tidak ada di dalam cerita. Kamu The Outsider. Kamu bukan korbannya, korban tak ada satupun yang merupakan temanmu atau familimu. Polisi-polisi yang tewas terkena bom, hanya sedikit lebih real bagimu dari polisi-polisi yang tewas dalam berbagai adegan di film Inferno.

Istanbul dibom? kan udah sering ya, tapi Istanbul tetap baik-baik saja, kan ya. Ya, tahun ini konon sudah kelima kalnya Istanbul diganjar bom oleh teroris. Korbannya polisi dan rakyat sipil. Yang terakhir 2 malam yang lalu, tepatnya malam minggu, tanggal 10 desember 2016 sekitar pukul 10 malam, sebuah bom meledak di samping Süzer Plaza, bagian atas stadion Vodafone Arena, dimana klub Beşiktaş baru saja menjamu Bursaspor.

Sasaran bom yang menggunakan truk pengangkut barang sebagai carrier tersebut adalah mobil-mobil polisi huru-hara (ÇEVİK KUVVET) yang sedang berjaga. 45 detik kemudian bom bunuh diri menyusul di taman Macka, masih seputaran stadion Vodafon Arena.

29 orang tewas dan 166 orang luka-luka, konon begitu menurut berita. Dari yang tewas, 27 orangnya adalah polisi dan 2 laginya sipil. Salah satu dari warga sipil adalah Selin Çelik, seorang pegawai bank, yang kebetulan saat itu sedang berada dalam angkot di daerah Beleştepe, bagian atas Vodafone Arena. Siapa yang tahu kalau maut akan menjemputmu tepat di malam itu, di dalam angkot, dengan sebab bom yang diledakkan teroris.

Ketika para polisi huru hara berangkat bertugas, meninggalkan keluarganya, tahukah mereka itu adalah terakhir kalinya mereka tidur di rumah? di kota yang indah ini, yang selalu diguncang bom. Tapi bukan medan perang. Bukan Syria, bukan Gaza. Tapi tepat ketika warga berfikir tak akan ada bom lagi, lalu bom pun meledak lagi.

Aku penduduk kota ini. Aku bukan korban dari peristiwa ini. Tapi entah esok entah nanti. Yang jelas aku kehilangan famili yang minum air dari sumber yang sama, keponakan, sepupu, adik, yang helm polisinya bertebaran di tanah, terpisah dari jasadnya.

Nur içinde yatsın...
Başımıza sağ olsun..


Jangan usik "huzur" ini..


Comments