Sambil memasang gendongan kangguru yang berisi si neng Tjitjih, aku senyum-senyum geli sendiri. Hari pertama sekolah: maknya pakai baju rapih, eşarp, pardesu. Hari kedua, baju Tunik dan rok, kerudung katun. Hari ketiga rapih lagi eşarp pardesu, hari keempat pakai training dan cardigan, kudung berego, gara-gara kesiangan.
Nganternya cuman sampai gerbang, pan biar anaknya mandiri. Langsung balik dan mampir bakery untuk beli roti karena rencana mau bikin sup lentil buat makan siang. Di depan grocery alias Bakkal samping bakery(: fırın, bhs Turkinya), ternyata ada pertengkaran rada-rada panas.
"Gue ga bisa turun dari trotoar ini karena gue bawa bebek araba, Teyze, sen laf söküyörsün" kata seorang wanita yang lagi megang pegangan baby strolley merah, berdiri diatas trotoar. Sang nenek alias "Teyze", harfiahnya sih "Bibi atawa tante", ngomel juga tapi udah ngga kedengaran, karena sambil berlalu. Si wanita masih panas dan mencoba mendinginkan hatinya dengan semakin banyak ngomelnya "Kamu dua menit saja jalan dibawah trotoar ini apa ngga bisa?"
Hmm..panas kan sob..kalau sempet sih aku tadinya mau buka lapak "akua..akua..mijin..mijon.." Tapi ya sudahlah bawa-bawa anak bayik masa sih dagang, ya kan.
Hikmah of the story: kalau lagi panas esmosi, semakin diayonin semakin nguntab, kayak api disiram bensin. Mendingan kalau marah kita istighfar ajah. Ini pesan mamah Tjitjih, lho.
Comments
Post a Comment